Kerjabos.com - Pernahkah kamu merasa cemas, takut, atau marah, namun tiba-tiba saja perasaan itu seolah lenyap atau malah berbalik jadi tindakan yang bertolak belakang? Jika ya, selamat datang di dunia Defense Mechanisms (Mekanisme Pertahanan Diri), sebuah konsep penting dalam psikologi yang menjelaskan bagaimana pikiran kita bekerja secara diam-diam untuk melindungi diri dari tekanan emosional.
Mekanisme pertahanan diri pertama kali dikemukakan oleh tokoh psikoanalisis legendaris, Sigmund Freud, dan kemudian dikembangkan oleh putrinya, Anna Freud. Secara sederhana, ini adalah proses psikologis bawah sadar yang tujuannya utama adalah mengurangi kecemasan yang muncul akibat konflik internal atau ancaman eksternal. Konflik ini sering terjadi antara dorongan insting (Id), realitas (Ego), dan nilai moral (Superego).
Pengertian Defense Mechanisms
Secara definitif, Defense Mechanisms adalah serangkaian strategi tak sadar yang digunakan oleh Ego—bagian dari pikiran yang berurusan dengan realitas—untuk menjaga diri dari ancaman atau kecemasan yang berlebihan.
Tujuan utama dari mekanisme ini bukanlah untuk memecahkan masalah, melainkan untuk menjaga keseimbangan psikologis dan melindungi diri kita dari perasaan tidak nyaman, bersalah, atau stres.
Dalam jangka pendek, mekanisme ini bisa sangat membantu kita berfungsi. Namun, jika digunakan secara berlebihan, beberapa di antaranya justru bisa menghalangi kita untuk menghadapi realitas dan bertumbuh.
Cara Kerja Mekanisme Pertahanan Diri
Cara kerja defense mechanisms pada dasarnya adalah melalui distorsi atau penolakan realitas. Mekanisme ini bekerja di alam bawah sadar, artinya kita sering kali tidak menyadari bahwa kita sedang menggunakannya.
Ketika kita dihadapkan pada situasi yang mengancam—entah itu kegagalan, kehilangan, atau konflik moral—Ego akan merasa tertekan dan memicu kecemasan. Untuk meredakan kecemasan ini, Ego secara otomatis mengaktifkan salah satu mekanisme pertahanan. Prosesnya melibatkan beberapa langkah:
- Pemicu Kecemasan: Sebuah peristiwa atau pikiran memunculkan stres atau kecemasan yang tidak tertahankan.
- Aktivasi Bawah Sadar: Ego secara otomatis memilih dan mengaktifkan mekanisme pertahanan yang paling sesuai (atau yang paling sering digunakan).
- Distorsi Realitas: Mekanisme ini bekerja dengan memblokir, mengubah, atau mengalihkan pikiran, ingatan, atau emosi yang mengancam ke alam bawah sadar atau mengubahnya menjadi bentuk yang lebih mudah diterima.
- Keseimbangan Sementara: Kecemasan mereda, dan keseimbangan psikologis (walaupun semu) dapat dipertahankan untuk sementara waktu.
Contoh-Contoh Defense Mechanisms dalam Keseharian
Ada banyak jenis mekanisme pertahanan diri. Berikut adalah beberapa yang paling umum dan sering kita jumpai—bahkan mungkin sering kamu lakukan tanpa sadar.
1. Penyangkalan (Denial)
Ini mungkin mekanisme yang paling sering kita dengar. Penyangkalan adalah penolakan untuk menerima atau mengakui suatu fakta atau realitas yang jelas-jelas ada karena terlalu menyakitkan untuk dihadapi.
Contoh: Seorang perokok berat menolak saran dokter untuk berhenti, meyakinkan diri bahwa gejala batuknya hanya flu biasa, bukan karena rokok.
2. Represi (Repression)
Represi adalah tindakan memindahkan pikiran, memori, atau dorongan yang menyakitkan atau mengancam ke alam bawah sadar secara tidak sadar. Berbeda dengan supresi (penekanan sadar), memori yang direpresi hampir tidak mungkin untuk diakses kembali secara sengaja, namun tetap dapat memengaruhi perilaku kita.
Contoh: Seseorang yang pernah mengalami trauma masa kecil yang parah tidak dapat mengingat detail kejadian tersebut, tetapi ia sering mengalami kecemasan tanpa sebab yang jelas.
3. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi terjadi ketika kita menciptakan alasan atau pembenaran yang logis, namun salah, untuk perilaku yang tidak dapat diterima atau mengecewakan. Ini adalah bentuk self-deception (penipuan diri) agar kita merasa nyaman dengan keputusan yang sudah dibuat.
Contoh: Kamu gagal dalam wawancara kerja. Alih-alih mengakui kurangnya persiapan, kamu meyakinkan diri sendiri, Ah, kantor itu pasti punya lingkungan kerja yang buruk dan gajinya pasti tidak seberapa.
4. Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme di mana kita mengaitkan perasaan, dorongan, atau sifat negatif yang kita miliki kepada orang lain. Dengan kata lain, kita menyalahkan orang lain atas apa yang sebenarnya kita rasakan atau pikirkan tentang diri sendiri.
Contoh: Kamu merasa sangat marah kepada rekan kerja. Karena tidak mau mengakui perasaan itu, kamu malah berpikir, Rekan kerja itu pasti sangat membenciku dan sedang marah padaku.
5. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan melibatkan mengarahkan emosi negatif, biasanya kemarahan atau frustrasi, dari sumber yang mengancam ke target lain yang dianggap lebih aman atau inferior.
Contoh: Kamu dimarahi atasan di kantor. Karena tidak berani melawan, sepulang kerja kamu melampiaskan kekesalan itu dengan membentak pasangan atau anak di rumah.
6. Sublimasi (Sublimation)
Ini adalah salah satu mekanisme pertahanan yang dianggap paling sehat dan matang. Sublimasi adalah proses mengubah dorongan atau emosi yang tidak dapat diterima—seperti agresi atau dorongan seksual—menjadi tindakan, aktivitas, atau karya yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.
Contoh: Seseorang dengan kecenderungan agresif yang tinggi menyalurkan energinya menjadi atlet tinju profesional atau aktif di kegiatan kemanusiaan yang membutuhkan ketahanan fisik.
7. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Pembentukan Reaksi adalah bertindak atau menampilkan perilaku yang secara radikal berlawanan dengan perasaan, pikiran, atau dorongan kita yang sebenarnya.
Contoh: Seorang remaja yang diam-diam menyukai teman sekelasnya justru bersikap sangat kasar dan menyebalkan kepada orang tersebut untuk menyembunyikan perasaannya yang rentan.
Mengenali defense mechanisms dalam diri kita dan orang lain adalah langkah penting menuju pemahaman diri yang lebih baik. Tidak semua mekanisme pertahanan itu buruk; beberapa, seperti sublimasi, bahkan bisa menjadi pendorong produktivitas.
Yang terpenting adalah kita tidak menggunakan mekanisme yang bersifat destruktif secara terus-menerus hingga menghalangi kita untuk menghadapi realitas dan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih matang.