Kerjabos.com - Bayangkan kamu datang ke kantor setiap hari, tapi tiba-tiba semuanya terasa aneh. Rapat penting lewat begitu saja tanpa undangan untukmu, feedback dari bos hilang entah ke mana, dan tugasmu semakin ringan tapi melelahkan.
Kita sering mengira ini cuma fase buruk, tapi sebenarnya, ini bisa jadi tanda quiet firing – tren gelap di dunia kerja yang semakin marak di tahun 2025 ini.
Sebagai sesama pekerja yang pernah merasakan tekanan serupa, kita tahu betul betapa menyakitkannya merasa tidak dihargai. Mari kita bahas lebih dalam, supaya kamu bisa mendeteksi dini dan melindungi kariermu sebelum terlambat.
Apa Itu Quiet Firing?
Quiet firing, atau yang sering disebut pemecatan diam-diam, adalah strategi halus yang dilakukan manajer untuk mendorong karyawan mundur secara sukarela. Alih-alih mem-PHK langsung dengan prosedur rumit dan biaya tinggi, bos justru menciptakan lingkungan kerja yang membuatmu merasa tidak nyaman, terisolasi, atau tidak termotivasi.
Hasilnya? Kamu yang akhirnya memilih resign, sementara perusahaan terhindar dari tuntutan hukum atau drama besar. Fenomena ini meledak sejak pandemi, dan survei terbaru menunjukkan bahwa lebih dari separuh manajer mengakui pernah melakukannya pada karyawan underperforming.
Kita sering salah paham, mengira ini cuma quiet quitting balasannya, padahal quiet firing adalah serangan pasif dari pihak atasan yang bisa merusak kesehatan mentalmu secara perlahan.
Tanda-Tanda Kamu Sedang Mengalami Quiet Firing
Jangan abaikan firasatmu – quiet firing jarang datang dengan pengumuman mewah. Berikut beberapa sinyal merah yang sering muncul, berdasarkan pengalaman banyak pekerja di era digital ini:
- Ekslusi dari Proyek Penting: Tiba-tiba kamu tidak lagi dilibatkan dalam diskusi tim atau proyek besar, meski sebelumnya jadi andalan. Ini seperti pintu ditutup pelan-pelan, membuatmu merasa tidak relevan.
- Kurangnya Feedback dan Pengakuan: Bos yang dulu rajin memuji kini diam seribu bahasa. Kontribusimu lenyap dari laporan tim, dan promosi seolah-olah bukan untukmu. Ini bukan kebetulan, tapi cara halus untuk menekan semangatmu.
- Isolasi dan Komunikasi yang Menurun: Pesan di grup chat jarang ditujukan padamu, atau rapat satu-satu dibatalkan terus-menerus. Kamu mulai merasa seperti hantu di kantor sendiri, yang bisa berdampak buruk pada rasa percaya dirimu.
- Tugas yang Semakin Ringan tapi Melelahkan: Alih-alih tantangan baru, kamu diberi pekerjaan rutin yang membosankan, tanpa peluang berkembang. Ini desain khusus untuk membuatmu jenuh dan ingin kabur.
Jika dua atau lebih tanda ini muncul bersamaan, saatnya kita bertindak. Ingat, deteksi dini bisa selamatkan kariermu dari kehancuran tak terduga.
Alasan Perusahaan Melakukan Quiet Firing
Kenapa bos-bisismu nekat main api seperti ini? Jawabannya sederhana tapi kejam: hemat biaya dan hindari ribet. Di tengah ekonomi 2025 yang fluktuatif, mem-PHK berarti bayar pesangon, hadapi tuntutan, dan rusak reputasi di media sosial.
Quiet firing jadi jalan pintas – karyawan underperforming didorong keluar tanpa jejak, sementara perusahaan tetap terlihat ramah. Selain itu, ini sering lahir dari kepemimpinan lemah: manajer yang takut konfrontasi langsung memilih cara pasif untuk membersihkan tim.
Kita paham, perusahaan ingin efisien, tapi etika kerja hilang di sini. Survei baru-baru ini ungkap bahwa 53 persen manajer melakukannya karena alasan serupa, meninggalkan karyawan seperti kita dalam limbo yang menyiksa.
Cara Menghindari Quiet Firing dan Melindungi Kariermu
Tenang, kita punya senjata untuk melawan. Quiet firing bukan akhir dunia jika kamu proaktif. Berikut langkah-langkah praktis yang bisa kamu terapkan mulai hari ini:
- Dokumentasikan Semuanya: Catat email, pertemuan, dan feedback – atau ketiadaannya. Ini bukti kuat jika kamu perlu libatkan HR atau pengacara nanti. Kita sering lupa, tapi catatan ini lindungimu seperti perisai.
- Komunikasi Terbuka dengan Atasan: Jadwalkan obrolan jujur: tanyakan ekspektasi dan minta feedback rutin. Katakan, Saya merasa ada yang berubah, bisakah kita bahas? Ini bisa ubah dinamika sebelum terlambat.
- Cari Dukungan dari HR atau Mentor: Jangan sendirian – laporkan ke departemen SDM dengan data konkret. Atau, curhat ke mentor luar untuk perspektif segar. Banyak perusahaan punya kebijakan anti-toxic workplace yang bisa kamu manfaatkan.
- Tingkatkan Performa dan Jaringan: Fokus pada pencapaian nyata, seperti ambil kursus online atau kontribusi ekstra di luar tugas. Sambil itu, bangun jaringan LinkedIn – siapa tahu peluang baru datang lebih cepat.
- Pertimbangkan Opsi Keluar dengan Bijak: Jika situasi tak berubah, siapkan rencana B: update CV dan mulai cari kerja. Resign dengan kepala tegak, bukan karena dipaksa.
Dengan langkah ini, kita bukan korban, tapi pemenang yang siap hadapi apa pun.
Pada akhirnya, quiet firing mengingatkan kita bahwa dunia kerja penuh jebakan tak terlihat, tapi pengetahuan adalah kekuatan terbesarmu. Jangan biarkan bos main-main dengan masa depanmu, ambil kendali sekarang.